Minggu, 21 September 2025

Cerpen Udin, Sang Penjaga Balimau Kasai

Udin, Sang Penjaga Balimau Kasai

Oleh: Sri Rama Yanti

Disebuah desa terpencil dekat tepian sungai Kampar hiduplah seorang anak laki-laki yang tinggal bersama kakeknya yang sangat sepuh. Anak itu bernama Udin. Udin adalah seorang  anak yang berumur empat belas tahun dengan perawakan kurus, berkulit hitam dan memilki semangat yang tak kenal lelah. Udin sudah lama menjadi anak yatim piatu . Udin sangat mencintai kampungnya dan kondisi alam tempat tinggalnya.

Seperti biasanya setiap pagi Udin mandi di sungai Kampar. Ketika mandi, Udin merasa ada yang salah dengan Sungai Kampar. Sungai yang selama ini menjadi nadi desa mereka, kini mulai berubah. Bau amis yang aneh tercium, dan buih-buih putih tebal mengambang di permukaan air, tersangkut di antara batang-batang pohon. Ini adalah bencana, apalagi bagi Udin yang sangat menantikan tradisi Balimau Kasai. Balimau Kasai adalah tradisi unik yang diwariskan secara turun-temurun, mandi dengan air dari sungai Kampar yang dicampur dengan perasan jeruk dicampur dengan ramuan tradisional seperti beras,kunyit dan bunga bunga. Tradisi ini dilakukan satu hari sebelum datangnya bulan suci Ramadan.

Sejak enam bulan lalu, suasana desa mereka memang sudah tidak seperti dulu lagi semenjak tuan Riko datang kedesa mereka. Tuan Riko, seorang pengusaha kaya raya dari kota datang dan membeli lahan di hulu sungai. "Kami akan membangun pabrik pengolahan kelapa sawit di sini," katanya di hadapan seluruh warga. "Akan ada banyak pekerjaan, desa ini akan maju!" tambahnya lagi.

Sebagian besar warga terlena. Mereka tergiur dengan melihat uang yang banyak dan janji-janji manis yang diucapkan tuan Riko. Hanya segelintir orang yang ragu, termasuk Kakek Udin, seorang tetua adat yang sangat dihormati. "Hati-hati, rezeki tidak akan berkah jika datang dari sungai yang ternoda," Ucap kakek dengan nada pelan namun tegas.

Hari Balimau Kasai semakin dekat,  kecemasan Udin semakin memuncak. Seminggu yang lalu, ia melihat sebuah pipa besar tersembunyi di balik semak-semak, mengalirkan cairan keruh dan berbau busuk ke sungai. Itu pasti dari pabrik Tuan Riko.

Udin berlari sekuat tenaga menemui Kakek. "Kakek, ini gawat! Sungai kita diracuni!" katanya dengan nafas terengah-engah.

Kakek hanya menghela nafas panjang sambil berkata "Sudah Kakek duga. Tapi, banyak orang yang takut bicara. Mereka butuh pekerjaan, Udin. Mereka percaya pada janji Tuan Riko."

Pada rapat desa terakhir menjelang Balimau Kasai, Udin memberanikan diri. Meski suaranya bergetar, ia berdiri di hadapan semua orang. "Kita tidak bisa melakukan Balimau Kasai di air kotor! Ini bukan hanya masalah mandi, tapi janji kita kepada nenek moyang kita! Balimau Kasai adalah tentang membersihkan diri dan sungai, bukan mengotorinya!"

Tuan Riko, yang juga hadir, tertawa sinis. "Ah, cuma tradisi kuno. Airnya sedikit keruh tidak akan membahayakan dan membunuh siapa pun. Lagipula, saya punya solusi. Kita bisa mengadakan Balimau Kasai di kolam renang buatan saya. Lebih bersih dan modern!"

Beberapa warga mengangguk, terpengaruh oleh ucapan Tuan Riko. Mereka tampak ragu antara menjaga tradisi dan mendengarkann ucapan tuan Riko. Udin merasa hatinya teriris-iris. Kata-kata Tuan Riko tidak hanya merendahkan tradisi, tetapi juga merendahkan harkat martabat desa mereka.

Malam itu, Udin tidak bisa tidur. Bayangan sungai yang tercemar dan wajah khawatir kakek terus menghantuinya. Ia berpikir keras. Berdebat dengan Tuan Riko tidak akan berhasil. Ia butuh cara lain yang bisa menggerakkan hati orang-orang.

Keesokan paginya, ia mengumpulkan teman-temannya di tepi sungai. "Kita tidak bisa biarkan ini terjadi! Kita bersihkan sungai ini sendiri!" ajaknya.

Nila, temannya, menatapnya ragu. "Tapi, bagaimana? Sungai ini terlalu besar, sampahnya terlalu banyak."

Udin tidak menyerah. "Kita tidak bisa membersihkan semuanya, tapi kita bisa menunjukkan tekad kita. Jika kita membersihkan satu bagian, mungkin yang lain akan ikut membantu!"

Dengan tekad bulat, mereka mulai bekerja. Dengan sarung tangan seadanya, mereka memungut sampah plastik dan botol yang mengambang. Mereka menyingkirkan ranting-ranting yang tersangkut dan membersihkan lumpur di tepi sungai. Kakek datang dan ikut membantu, membawa kantong-kantong besar.

"Kerja bagus, Cucu," puji Kakek. "Inilah makna Balimau Kasai yang sesungguhnya."

Aksi Udin dan teman-temannya menarik perhatian warga. Beberapa ibu-ibu yang awalnya memilih diam, kini ikut membawa sapu lidi dan karung. Para pemuda yang tadinya hanya menonton, kini ikut menceburkan diri, membantu membersihkan bagian sungai yang lebih dalam. Semangat gotong royong menyebar seperti percikan api.

Rupanya, Tuan Riko melihat semua itu. Ia datang ke tepi sungai, wajahnya memerah. "Apa-apaan ini? Kalian membuang-buang waktu!" kata tuan Riko

Kakek berdiri tegak, memandang Tuan Riko dengan tatapan tajam. "Tuan Riko, ini bukan buang-buang waktu. Kami sedang menunjukkan bahwa Balimau Kasai tidak bisa diganti. Nilai-nilai di dalamnya jauh lebih berharga daripada semua uang yang Tuan tawarkan."

Tuan Riko terdiam. Ia melihat semangat gotong royong yang tidak pernah ia temui di kota. Ia melihat kebersamaan yang tak bisa dibeli. Ia menatap wajah-wajah tulus warga desa yang bekerja keras demi tradisi mereka.

Malam harinya, setelah sungai terlihat lebih baik, Tuan Riko menemui Kakek dan berkata "Saya salah, kakek. Saya tidak mengerti. Saya akan menghentikan pembuangan limbah ke sungai. Dan saya akan membangun sistem pengolahan limbah yang lebih baik agar air tidak tercemar lagi."

Hari Balimau Kasai akhirnya tiba. Sungai kembali mengalir dengan lebih jernih. Aroma wangi dari bunga dan dedaunan yang dibawa warga memenuhi udara. Udin menceburkan diri, merasakan air sungai tidak hanya membersihkan tubuhnya, tetapi juga hatinya dari rasa cemas dan kekhawatiran.

Balimau Kasai tahun itu menjadi yang paling berkesan. Tradisi itu tidak hanya terlaksana, tetapi juga menjadi bukti bahwa kearifan lokal bisa menjadi kekuatan untuk melawan segala tantangan modern. Dan Udin, anak kecil yang berani, telah membuktikan bahwa satu keberanian bisa menggerakkan seluruh desa.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Best Practise Pengaruh suhu,waktu dan pH KOMBUCHA

Menganalisis pengaruh suhu, pH serta waktu fermentasi pada pembuatan minuman KOMBUCHA   melalui analisis data menggunakan Artificial Intelli...